Tuhan Mencari Aku, si Domba Yang Hilang
Shalom, Selamat Hari Minggu, salam sehat untuk kita semua! Semoga di tengah pandemi Covid-19 ini kita senantiasa dilindungi oleh Tuhan.
Ingatkah kita, pada awal pandemi Covid 19, semua orang sibuk ke sana kemari mencari cara agar mereka tetap terlindung dari virus? Masker, handsanitizer, sabun cuci tangan, desinfektan, dan multivitamin pun terasa hilang dari pasar. Beberapa orang bahkan membeli banyak sekali bahan makanan karena takut kehabisan. Ada yang harus tetap bekerja meskipun harus menggunakan masker seharian dan diselimuti ketakutan, namun ada banyak pula yang terpaksa kehilangan pekerjaannya karena tempatnya mencari nafkah ditutup. Sungguh menakutkan saat itu.
Setelah lebih dari satu tahun masa pandemi ini berlangsung, kita memasuki masa new normal. Entah karena mulai bosan atau jenuh dengan berita yang ada, pemikiran-pemikiran baru akhirnya bermunculan, “Ini cuma masalah waktu, semua orang akan kena pada waktunya”, “Ini virus biasa kok, flu kan juga awalnya dari virus”, “Negara lain saja sudah gak pakai masker, kok kita masih saja pakai masker? Bikin gak nyaman saja, harusnya kita bisa lepas masker juga seperti mereka” , “Kita kan sudah vaksin, berarti tubuhnya sudah kebal sama virus” dan masih banyak lagi pemikiran yang akhirnya membuat banyak dari kita lengah, merasa diri sudah lebih kuat, merasa diri sudah kebal, dan merasa tinggi hati bahwa kita kuat karena diri kita sendiri, tanpa mengingat peran serta Tuhan.Saya, termasuk si domba yang sombong itu, selalu berjalan dengan langkah pasti dan tubuh yang tegap. Berjalan lurus dan merasa hebat karena tidak tertular virus. Selain itu juga sangat yakin kalau sudah menjalankan prokes ketat di rumah dan di tempat kerja, sudah vaksin, dan sudah makan-makanan yang sehat maka harusnya tidak akan tertular virus. Namun karena terlalu asik berjalan, saya tiba-tiba tersadar bahwa saya sekarang sendirian, saya di hutan yang tidak berpenghuni. Orang-orang yang ada di dekat saya terpapar virus itu, termasuk keluarga besar, hingga sahabat saya. Jangankan untuk memikirkan agenda-agenda yang harus dibatalkan karena PPKM, mendengar mereka tidak bisa merasakan makanan, menghirup aroma, kesulitan bernafas, bahkan ada beberapa yang meninggal dunia membuat saya sangat sedih dan khawatir. Kabar duka terus berdatangan setiap hari, mendengar bunyi ambulance, melihat bendera kuning, membuat saya berdiam dan sejenak merenung ‘kita manusia memang hanya bisa berencana, tetap Tuhan yang menentukan akan seperti apa kita ke depannya’. Kini saya merasa menjadi domba yang hilang, benar-benar hilang.
Setelah saya berdoa pada suatu sore, saya membaca tulisan seorang frater yang berbunyi seperti ini,
“It was really hard for me to understand why Jesus would say to leave the 99 behind and look JUST for one. It didn’t make sense…
…until I was THE ONE that was lost.”
(“Sangat sulit bagi saya untuk memahami mengapa Yesus berkata untuk meninggalkan 99 dan mencari HANYA yang satu. Itu tidak masuk akal…
…sampai aku adalah SI SATU yang tersesat itu.”)
Melalui kalimat itu saya sadar bahwa Tuhan selalu ada di sini bersama kita, Tuhan tidak meninggalkan kita sendiri memasuki hutan tidak berpenghuni itu, Tuhan hanya menunggu kita sampai kita menyadari semua berkatnya. Masih bisa bernafas dengan baik, bekerja, punya keluarga, dan teman-teman, itu harusnya membuat kita selalu merasa cukup. Rasa takut, khawatir akan hari esok, harusnya tidak ada lagi, karena keyakinan kita bahwa Tuhan selalu menyertai kita. Dan sekali pun kita tiba di suatu titik bahwa kita merasa tersesat, tanamkan ini dalam diri kita masing-masing, “Tuhan pasti akan mencari dan menemukan aku, si domba yang hilang.” Salam damai, Tuhan Yesus menyertai kita semua.. Amin.
Dionisia Aprillia Carola